Selasa, 13 Oktober 2015

Sajak Kelas Pekerja

Tanggal 13 Oktober 2015. Saya di minta mengisi orasi di Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang.

Kala itu saya kaget bukan kepalang. Karena saya kira audiens saya mahasiswa, namun ternyata publik umum yang akan mendengar ocehan saya.

Saya membawakan tulisan orasi saya yang berjudul "Sajak Kelas Pekerja". Dengan di iringi lagu donna donna lewat violin yang di mainkan oleh kawan saya (mas Basuki), saya mulai mengaum di panggung bak harimau mimbar..

Berikut orasi saya yang saya tulis sendiri. Yang mana merupakan kritik dari slogan pemerintah 'AYO KERJA !' dan isu yang sedang terhangat ini mengenai MEA.

SAJAK KELAS PEKERJA

Wahai, Untukmu...
Yang sekarang nyaman duduk di sofa yang empuk
Yang sekarang kami beri jubah dan mahkota
Yang sekarang engkau kami jadikan bak raja-raja di tanah ini

Tolong beri sedikit waktu untuk kami bicara
Tolong beri sedikit waktu untuk dengar suara ini
Suara yang meretas menembus batas-batas atas ruh yang di kandung badan
Suara atas kebaikan dan kebenaran yang menegarkan

Wahai, Kawanku disana...
Yang sekarang sedang menghisap sebatang lisong
Atau yang sekarang sedang mengoceh di ruang sidang
Atau mungkin sedang duduk manis menontonku mengoceh di depan muka

Kami ingin menyampaikan sesuatu padamu
Kami ingin menyampaikan kata-kata sayang kami padamu

AYO KERJA !!!! (nada perintah dan keras)

Apakah terdengar santun di telingamu?
Apakah terdengar lembut ditelingamu?
Apakah terdengar seperti kata sayang di kuping mu?

ATAU TERDENGAR SEPERTI SEBILAH PISAU YANG MENYAYAT??
ATAU MUNGKIN SEPERTI DENTUMAN BOM MIMPI BURUK YANG TAK KUNJUNG REDA??

Kawanku,
APAKAH KAU BUTA????
Atau nalarmu yang miring akibat istana mewah dan tahta yang kami beri??

Apakah kau tidak lihat?
Sebagian dari kami bekerja siang malam, banting tulang, tak sadarkan diri seperti orang sinting melupakan sakitnya letih dan perih !

dan kau masih berkata 'AYO KERJA !'

Kami bertanya
Mengapa?
Tapi sering kali pertannyaan kami membentur meja-meja kekuasaan yang macet

Dan apakah kau tidak melihat?
Sebagian darimu bekerja setengah hari dengan upah selangit yang diperoleh dari uang kami, dari pajak-pajak kami.

Dan kau masih berkata 'AYO KERJA !' 

Kami bertanya
Mengapa?
Tapi lagi-lagi pertanyaanku habis terkikis birokrasi dan segelintir orang besar

Mengapa dan mengapa kau terus berkata

"AYO KERJA !!!"

Apakah bagimu kami bangsa yang malas?
Sedang nenek moyang kami bercerita
'Kita adalah bangsa yang besar'
Kulit sawo matang satu-satunya di dunia adalah bukti bahwa kami adalah bangsa pilihan Tuhan
Bangsa yang tangguh
Yang hanya dengan 10 orang pemuda kami bisa mengguncang dunia

Engkau masih berkata 'AYO KERJA !'

Kawanku, 
Kita bukan sapi perah
Kita sejatinya pemilik tanah surga ini
Dan sekarang kaum teknokrat asing yang mengatas namakan pertumbuhan ekonomi
Mengubah kita menjadi jongos di rumah sendiri

Sebagian dari kami turun ke jalan
Semangat laksana api yang membara
Berpanji keadilan dan kebenaran

Mengingatkan sebagian dari engkau yang alpa

Tapi kami berkahir dengan peluru panas menusuk jidat-jidat kami
Kami berkahir dengan pembunuhan sadis yang engkau tutup tutupi dan engkau coba lupakan

Wahai kawanku..
Kami berfikir
Untuk siapa kita bekerja?
Untuk apa kita bekerja?
Kita punya pertempuran. Namun untuk apa pertempuran ini?

Wahai kawanku..
Kami bermimpi sebuah negeri impian
Sebuah negeri dimana tak ada penindasan dan kebencian
Semua orang sibuk dengan pembangunan negeri yang lebih baik.


Aku berharap kalimat "AYO KERJA!"
Slogan yang kau bangga kan,
Bukan propaganda pemerasan,
Bukan sebuah perintah

Namun adalah sebuah ajakan untuk pembangunan pertiwi yang lebih baik



Malang, Dies Natalis Universitas Negeri Malang
13 Oktober 2015


Minggu, 11 Oktober 2015

Orang diatas rata-rata

Kegalauan yang terjadi pasca pengumuman nilai Indeks Prestasi (IP) menjadi polemik tersendiri di kalangan mahasiswa. Terlebih lagi para aktivis kampus yang notabene adalah orang-orang luar biasa. Dikatakan luar biasa karena selain kuliah, mereka juga menyempatkan diri untuk berorganisasi. Bergabung pada suatu komunitas yang tentu membuat waktu dan kesehariannya tersita tidak seperti mahasiswa pada umumnya yang hanya berorientasi pada kuliah. Kuliah pulang kuliah pulang. Kami menyebutnya, kupu-kupu.

Sehingga menjadi sebuah kemafhuman jikalau para aktivis ini mengalami masalah manajemen waktu. Waktu adalah nilai.

Mereka di tuntut untuk menjadi superpower dimana kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore lalu dilanjutkan dengan rapat, diskusi, evaluasi keorganisasian sampai malam hari. Pulang ke kosan, mengulang pelajaran, lalu tidur. Nah sayangnya, poin terakhir ini yang biasanya jarang atau sulit sekali dilakukan oleh aktivis. Ketika pulang kekosan dan pemandangan langsung dihadapkan pada sesosok busa berselimut kain, kami menyebutnya kasur. Hasrat untuk segera melampiaskan kelelahan seharian langsung timbul. Tak jarang pada beberapa kejadian, sang aktivis tanpa menanggalkan jubah, kaos kaki, tas, langsung terjerambab diatas kasur. Sungguh menggenaskan. Mereka memperlakukan kasur dengan sangat tidak berperikekasuran. Tapi kami sangat memaklumi itu.

Rutinitas yang hampir stagnan, membuat kejenuhan tersendiri bagi aktivis. Waktu yang terasa sangat kurang. 24 jam dirasa belum cukup untuk mengakomodir segala kegiatan kesehariannya. Kalau secara holistik kami lihat bahwa perasaan kekurangan waktu tersebut adalah dampak dari manajemen waktu yang masih berantakan. Tidak sistemik. Tidak ada skala prioritas. Tidak ada tujuan yang jelas. harus kami mengatakan bahwa kebanyakan para aktivis memisahkan makna harfiah dari pada kuliah dan organisasi. Padahal, kuliah dan organisasi adalah suatu kesatuan yang saling mendukung.

Seyogyanya, mereka menjadikan organisasi sebagai wadah untuk menuangkan dan atau mengaplikasikan disiplin ilmu yang mereka dapat dari duduk seharian di kelas. Ngomong-ngomong soal keseharian dikelas, menjadi miris pula ketika fakta memperlihatkan bahwa aktivis sering tidak masuk perkuliahan. Sedikit lebih baik, aktivis yang rajin masuk perkuliahan, tapi tidak bisa fokus saat pelajaran dikarenakan terpecahnya konsentrasi mereka.

Merujuk pada kenyataan diatas, seorang aktivis memang bukan mahasiswa sembarangan. Mereka adalah sekumpulan orang yang berani mengambil resiko. Resiko untuk keluar dari zona aman. Zona aman hanya membuat mereka mandek. Stag. Tidak kreatif dan mati suri.

Zona aman hanya melemahkan pemikiran dan ruang pergerakan. mereka keluar dari zona aman masing-masing untuk membuat, menciptakan, melangsungkan perubahan. perubahan yang sakit. Sakit untuk dirinya sendiri. tapi baik untuk kemashlahatan umat. Perubahan yang mengorbankan akademik mereka, demi sebuah perjuangan dan idealisme mahasiswa.

Tapi, tetap. kami menegaskan bahwa, seorang aktivis harus cakap pula dalam akademiknya. Manajemen waktu harus mereka tegakkan. Keras terhadap diri sendiri. Disiplin tingkat tinggi. Karena aktivis bukan orang sembarangan maka perlakuannya terhadap diri sendiri pun tidak bisa sembarangan. Kami yakin kalian hanya belum terbiasa dengan keadaan ini. Ketika dunia kalian berubah 180 derajat menjadi tidak biasa. kalian harus menemukan rhytme permainan masing-masing. sekarang saatnya!

Ingat, kalian adalah orang di atas rata-rata. modal kalian sudah sangat kuat. kalian berkarakter. “going the extra miles”, kalian harus menampar wajah kalian sendiri untuk bangkit. Bangkit menyeimbangkan antara kuliah dan karir keorganisasian. bangkit untuk membuktikan bahwa air beriak itu tandanya dalam!! bangkit untuk menunjukkan bahwa kalian adalah agent of change yang sesungguhnya!

Renungkan, … jangan menyerah kawan. jangan menyerah hanya karena indeks prestasi. Jangan sampai perjuangan ini terhenti. Esok fajar kan sirna, bila patriot muda negeri ini, mati. Tak mampu membuat wajah pertiwi tersenyum kembali.

Sabtu, 27 Juni 2015

Surat Untuk Para Pemimpin Indonesia Dimasa Depan


Tulisan yang akan dijabarkan kemudian adalah tulisan dari bapak Handry Satriago, beliau adalah CEO dari GE Indonesia. 

Jakarta, 9 Juli 2012
Kepada para pemimpin Indonesia Masa depan
Di dunia yang semakin global

Saat saya menulis ini kepada Anda, dunia yang saya huni ini mampu membuat 112 buah mobil dalam 1 menit, menerbangkan orang non-stop dari Singapura ke New York dalam 18 jam, dan menghasilkan produk “Made in The World” seperti celana jeans yang saya pakai sekarang. Karena, walaupun saya beli di Bandung dan berlabelkan “Made in Indonesia”, celana ini melibatkan lebih dari 15 negara dalam  value chain pembuatannya.

Malam ini, ketika surat ini saya ketik dengan komputer yang mampu mengumpulkan 411 juta informasi dalam 0.23 detik untuk pencarian kata “leadership”, saya membayangkan keterbatasan mencari pengetahuan yang dihadapi ayah saya, saat mimpinya untuk sekolah sirna karena perang yang berkecamuk. Saya memikirkan daya apa yang dimilikinya, sehingga dia berani mendobrak keterbatasannya dengan merantau dan berjibaku untuk survive di berbagai kota di Sumatera hingga akhirnya sampai di Jakarta, tidakkah dia 
takut dengan keterbatasannya?
Usianya baru 15 tahun saat itu, dan hidup tidak berjalan seperti yang dia inginkan.

Saya juga terkenang dengan peristiwa mengerikan yang saya hadapi sendiri pada tahun 1987, ketika tiba-tiba divonis menderita lymphoma non-hodkin- kanker kelenjar getah bening, yang tumbuh di medulla spinalis saya dan merusaknya sedemikian rupa sampai saya kehilangan kemampuan untuk berjalan. Bulan-bulan yang melelahkan karena harus berobat kesana-kemari, dan akhirnya berujung kepada keharusan menjalankan hidup dengan menggunakan kursin roda. Saya ingat betul betapa takutnya saya untuk menjalani hidup saat itu. Keterbatasaan menghadang di banyak hal.

Usia saya baru 17 tahun waktu itu, dan hidup berjalan jauh dari yang saya harapkan. Apa yang bisa dilakukan ketika keterbatasan seakan menjelma menjadi tembok besar dan ketakutan adalah anak panah berapi yang terus dilontarkan kepada kita sehingga kita tidak berani maju dan terus mundur?
saya, dan mungkin juga ayah saya waktu itu, memulainya dengan menerima kenyataan. menerima bahwa jalan tidak lagi mulus, bahwa lapangan pertempuran saya jelek, dan amunisi saya tidak lengkap. “Reality bites” kata orang. Betul itu. tapi menerima “gigitan” itu berguna untuk membuat kita mampu menyusun strategi baru. Menghindarinya atau lari darinya justru membuat kita terlena mengasihani diri kita terus-menerus dan menenggelamkan kemampuan kita untuk dapat melawan balik.

Kemudian saya mengumpulkan kembali puing-puing mimpi saya. Tidak! Mimpi tidak akan pernah mati. Manusia bisa dibungkam, dillumpuhkan, bahkan dibunuh, tapi mimpi akan tetap hidup. Ketika keterbatasan dan ketakutan melanda, mimpi kita mungkin pecah, runtuh, dan berserakan, tapi tidak akan hilang. Dengan usaha keras, kita bisa menyusunnya kembali dan ketika mimpi itu telah kembali utuh, ia akan hidup, menyala, dan memberikan cahaya terhadap pilihan jalan yang akan ditempuh untuk mewujudkannya.

Dua puluh enam tahun menjalani kehidupan dengan kursi roda membuat saya semakin yakin bahwa Yang Maha Kuasa memang telah menciptakan kita untuk menjadi mahluk yang paling tinggi kemampuan survive nya di muka bumi ini. Kita diberikan rasa takut, yang merupakan mekanisme primitif yang dimiliki organisme untuk survive, yaitu keinginan untuk lari dari ancaman, atau.. melawannya! Ketikaa pilihannya adalah melawan, maka perangkat perang telah disiapkanNYA untuk kita. Perangkat perang itu terwujud dalam kemampuan bouncing back-daya pantul, yang jika digunakan mampu membuat kita memantul tinggi ketika kita dihempaskan ke tanah. Kitalah yang bisa membuat daya pantul itu bekerja. Jika kita tak ingin melawan, perangkat perang tersebut bahkan tidak akan hadir.

Berpuluh kali, atau beratus kali atau mungkin beribu kali saya diserang rasa takut ketika menjalani kehidupan dengan kursi roda ini. Ketika membuat pilihan kembali ke sekolah, ketika menyeret kaki untuk menaiki tangga bioskop agar bisa menemani wanita pujaan menonton, ketika memutuskan untuk kuliah, ketika menghadapi 4 lantai untuk bisa pratikum kuliah, ketika harus menjalani kemoterapi, ketika memulai bekerja, ketika naik pesawat, ketika melamar calon istri, ketika mulai bekerja di GE yang penuh dengan orang asing, ketika menerima tawaran untuk memimpin GE di Indonesia….. Saya takut. Tembok besar berdiri tegak, angkuh, dan ribuan panah berapi menghujani saya.

Namun seiring dengan rasa takut yang timbul tersebut, mimpi saya untuk dapat menjalankan dan menikmati hidup menerangi jalan yang ingin saya tempuh. Dan ketika perangkat perang-semangat untuk memantul, saya gunakan, saya seakan menjelma menjadi jenderal yang siap perang, yang didukung oleh ribuan pasukan-keluarga, teman, bahkan orang yang tak dikenal, yang tiba-tiba hadir karena mereka percaya terhadap keyakinan saya, Saya harus maju berperang, dengan keyakinan bahwa perperanganlah yang harus saya jalani, saya nikmati. Hasil perperangan sendiri tidaklah terlalu penting, karena kalaupun kalah, toh saya akan berperang lagi. Kalau mati, saya akan mengakhiri perang dengan senyum, karena saya tahu telah berjuang dengan sebaik-baiknya. Sang Pencipta lah yang pada akhirnya memilihkan hasil dari perjuangan kita.

Menjadi pemimpin bermula dari memimpin diri sendiri. Mewujudkan mimpi yang ingin dicapai. Tidak perlu membayar orang untuk menjadi pengikut. Jika mereka melihat anda dengan penuh keyakinan berani memimpin diri anda sendiri, mereka akan mengikuti dan membantu anda dengan tulus, serta percaya pada kepemimpinan anda.

Saat saya menulis surat ini kepada anda, dunia tempat saya hidup sekarang ini menghasilkan pendapatan kotor setahun $70 triliun. Sekitar 40% dari pendapatan dunia tersebut dihasilkan oleh 500 korporasi terbesar di dunia, dan tidak ada satupun yang berasal dari negara kita (133 dari Amerika Serikat, 79 dari China, 8 dari India). terdapat sekurangnya 136 negara yang berkompetisi di dunia ini untuk mendapatkan keuntungan terbanyak dari proses ekonomi global, dan daya saing Indonesia terukur pada ranking 46. Singkat kata, kita masih belum menjadi pemeran utama di panggung dunia yang tak behenti mengglobal.

Pekerjaan rumah anda sebagai pemimpin Indonesia tidaklah mudah. Tidak berarti, tembok besar dan ribuan anak panah api bisa menghentikan langka anda untuk berperang!


Handry Satriago

Sabtu, 13 Juni 2015

Uang

Pada postingan sebelumnya tentang hedonisme, saya menyinggung sedikit tentang sistem uang.  Saya bilang kalau sistem uang sangat jahat. Dan kali ini saya akan membuka dan membeberkan sedikit dari sistem uang yang saya bilang jahat itu.

Yang saya bahas disini merupakan pemikiran saya setelah membaca buku 'SATANIC FINANCE' buah karya Dr. Ahmad Riawan Amin. Saya merekomendasikan untuk merujuk dan membaca buku tersebut jika anda tertarik dan ingin tahu lebih dari apa yang saya tulis.

Baik, Mari kita mulai.

Uang.
Merupakan sesuatu yang tidak lepas dari hidup kita sehari-hari. Kita semua pasti sudah tahu segalanya tentang uang. Kertas ajaib yang kita temui setiap hari. Kita makan, pakai uang. Pakaian yang sekarang melekat di badan kita, dibeli memakai uang. Bahkan sekarang kita kencing pun pakai uang. Uang sudah menjadi bagian dari hidup kita. Bahkan pada zaman edan ini tak jarang orang banting tulang setengah mati lupa keluarga lupa waktu demi mendapatkan sesuatu yang kita sebut uang. Lebih keblinger lagi, ada orang yang sangat mendewa dewakan uang, tidak tabu lagi bagi kita sering melihat di media-media cetak maupun media elektronik bahwa harga diri seseorang bisa dibeli oleh uang.

Supaya saya mudah menjelaskan tentang sistem uang, mari saya gambarkan dengan sebuah cerita yang menarik.

***
Syahdan di suatu samudera terdapat dua pulau yang bertetangga. Sebut saja pulau Aya dan pulau Baya. Dipulau Aya, suku Sukus hidup sejahtera. Mereka dikaruniai daratan yang subur. Mereka hidup bercocok tanam. Pertanian mereka menghasilkan aneka sayuran dan buah-buahan tropis. Ikan dan sumber daya laut sangat melimpah. Tidak hanya itu, pulau Aya terkenal dengan panoramanya yang indah. Gemercik air terjun bisa ditemui di banyak tempat. Sungai-sungainya yang jernih juga menjadi daya tarik tersendiri. Tak heran bila pulau ini menjadi tempat tujuan para pelancong dan wisatawan lokal maupun luar pulau.

Masyarakat Sukus dikenal memiliki peradaban yang cukup maju. Mereka beruntung, pulau yang mereka tempati menghasilkan emas. Dan mereka bekerja keras untuk mendapatkan logam mulia ini. Hampir semua anggota suku memiliki emas dan menyimpannya sebagai simbol harta kekayaan.

Selain sebagai simbol peradaban, emas juga berfungsi sebagai alat transaksi. Sejak Saka, sang ketua suku mencetak koin emas, barter beralih dan diukur dengan emas. Berdagang pun menjadi lebih mudah dan lebih simpel

Meskipun begitu, mereka tidak mendewa-dewakan emas sebagai satu-satunya pencapaian. charge atau uang tambahan apapun!. Boleh dikata, mereka hidup rukun dan damai.
Kehidupan sosial mereka tampak lebih penting. Ini bisa dilihat dari cara mereka yang saling tolong menolong. Ketika anggota suku perlu membangun rumah baru karena rumah lama tersapu ombak, yang berarti menguras emas simpanannya, anggota-anggota suku lainnya dengan suka rela meminjamkan emas miliknya. Hebatnya, tanpa

Sementara pulau tetangganya, pulau Baya, didiami suku Tukus. Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai petani. Mengolah lahan di sawah atau ladang dan memelihara ternak. Sebagian lagi yang memiliki keterampilan khusus, memproduksi kerajinan tangan.

Dibandingkan dengan suku Sukus, mereka lebih sederhana. Mereka masih menggunakan sistem barter dalam transaksi keseharian. Yang menghasilkan padi menukar berasnya dengan kerajinan tangan atau sebaliknya. Boleh dibilang secara ekonomi, kesejahteraan mereka di bawah suku Sukus. Mereka memang kebanyakan hanya pekerja kasar. Mereka tidak memiliki pusat kota yang indah dan maju seperti halnya suku Sukus. Sesekali mereka menjual hasil bumi dan handicraft mereka ke suku Sukus. Mereka, apalagi para wanitanya, sangat sendang menerima koin emas sebagai jasa dari padi atau kerajinan tangan yang mereka hasilkan. Meskipun berbeda dalam hal kesejahteraan, ada satu persamaan menonjol antara suku Sukus dan Tukus. Mereka sama-sama hidup damai, rukun, dan saling tolong-menolong. Mereka sering bersilaturahmi dan menjalankan ritual agamanya dengan tenang.

Sampai akhirnya datang tamu istimewa ke suku Sukus. Berpenampilan perlente, dua orang asing turun dari kapal yang berlabuh di pulau Aya. Gago dan Sago, begitu mereka mengenalkan diri saat dijamu oleh Saka, pimpinan suku Sukus. Kedua tamu ini disambut dengan suka cita. Saka dan para pembantunya sangat terkesan dengan kisah Gago dan Sago yang mengaku sudah melanglang buana. Sebagai bukti, kedua orang asing ini lalu memamerkan koin emas asing yang mereka kumpulkan dari berbagai tempat perlawatan.

Satu hal lagi -dan paling menarik bagi Saka dan anggota suku lainnya- adalah kertas yang dinyatakan sebagai uang. Gago dan Sago lalu memperkenalkan bagaimana uang kertas jauh lebih efisien ketimbang emas yang sehari-hari mereka pakai. Itulah kenapa uang kertas ini sudah dipakai di negara-negara yang jauh lebih maju dibandingkan dengan tempat mereka tinggal. Gago dan Sago mulai mendapat respons positif semakin bergairah menjelaskan uang kertas ini kepada sang tuan rumah. lalu, mereka memperkenalkan mesin pencetak uang.

"Gambar Anda nanti akan terpampang dalam lembar uang kertas ini," Gago menunjuk uang kertas sembari menyunggingkan senyum ke arah Saka.

"Benarkah?" sela Saka berbinar. Dalam hari Saka girang bukan kepalang. Seumur hidupnya, tidak ada orang yang memberikan penghormatan sebagaimana dua tamu istimwanya.

Saka berfikir kalau uang kertas bergambarkan dirinya diterbitkan, pasti dirinya akan menjadi manusia terkenal hingga daratan yang pernah disinggahi para tamu.

Dan untuk kepentingan itu, sebuah institusi bernama bank perlu didirikan. Bank akan menyimpan deposit koin emas mereka yang menganggur. Lalu uang deposan ini bisa dipinjamkan kepada anggota suku lainnya yang memerlukan. Dengan demikian, kesannya semua sumber daya yang ada menjadi optimal karena dialokasikan untuk kegiatan ekonomi produktif.

Suku Sukus yang terkenal suka membantu, sangat impresif dengan ide itu. Mereka pikir, lembaga ini sangat luar biasa karena bisa melanjutkan tradisi mereka untuk membantu orang lain. Jadilah ide itu diamini dan dilanjutkan dengan mendirikan bangunan yang difungsikan sebagai bank yang pertama di pulau Aya.

Upacara pembukaan perdana bank Aya sangat meriah. Orang sepulau itu jadi satu merayakan hari yang bersejarah. Sebagian besar dari mereka sudah membawa koin-koin emas yang selama ini hanya disimpan di bawah bantal. Setiap satu koin emas yang mereka simpan, mereka mendapatkan ganti uang kertas dengan jaminan bila sewaktu-waktu mereka menghendaki, mereka bisa menukarkan kembali uang kertas yang saat ini mereka terima dengan koin emas yang pernah mereka simpan.

Hampir semua anggota suku Sukus menyimpan koin emas mereka di bank Aya. Sejumlah 100.000 lembar uang kertas disarahkan, yang berarti bank Aya -yang dimotori Gago dan Sago- menerima 100.000 koin emas. Tak terasa, akhirnya penduduk negeri pulau Aya begitu menikmati uang kertas itu. Mereka merasakan dengan menggunakan uang kertas itu, transaksi yang mereka lakukan jauh lebih simpel dan nyaman.

Praktis semakin jarang orang menggunakan koin emas dalam transaksi sehari-hari. Sampai akhirnya uang kertas menjadi mata uang dominan. Kenapa? karena selain memudahkan transaksi, mereka juga dengan mudah menukar uang kertas mereka dengan koin emas jika mereka memerlukan.

Perkembangan ini ternyata menjadi berita dimana-mana. Suku Tukus yang mendiami pulau Baya, diam-diam memuji dan ingin sekali praktik yang sama juga diterapkan di pulau mereka. Bayangkan, dari semula melakukan jual beli dengan cara barter, tiba-tiba ada sistem super canggih yang bisa membantu mereka melakukan transaksi dengan sangat mudah dan efisien.

Tak sabar, mereka mengutus duta menemui Gago dan Sago. Mereka meminta agar sistem yang mereka bawa juga bisa diterapkan di Pulau Baya. Gago menyanggupi. Dia meminta Sago untuk membuka cabang Bank Aya di Pulau Baya dan mengangkat Sago sebagai manajernya. Hanya bedanya, di sini hanya sedikit penduduknya yang memiliki koin emas. "Anda tidak perlu kecil hati", kata Sago menghibur."Tanpa koin emas pun anda bisa mengenyam kenikmatan sebagaimana tetangga pulau Anda", dia bermanis-manis menerangkan. Tentu saja keterangan ini disambut gembira oleh penduduk Pulau Baya.

Begitulah. Mulai Sago membagikan uang kertas. Ada 100 kepala keluarga di pulau itu. Setiap kepala keluarga diberikan 1000 lembar uang. Jadi total uang yang tersirkulasi di pulau itu mencapai 100.000. "Karena anda tidak menyimpan koin emas seperti halnya penduduk pulau seberang, sebagai gantinya. Anda bisa menggunakan uang yang telah saya bagian."

Apa yang dikatakan sago itu disambut dengan senang. Tepuk tangan riuh membahana. Mereka bersyukur sebentar lagi negeri mereka tidak akan sekolot dan seprimitif tempo hari. Namun, kemeriahan itu sempat hening ketika Sago menyela,"Harap diingat. Uang yang saya bagikan tadi tidak gratis. Ini adalah pinjaman. Nanti setalah setahun dari saat ini, Anda harus mengembalikan uang ini plus 100 lembar uang tambahan."

"Kenapa harus ada tambahan 100? Kenapa tidak mengembalikan sejumlah yang kami pinjam?" seorang pemuka suku Tukus menyela.

"betul Anda memang hanya meminjam 1000. Yang 100 itu adalah untuk membayar jasa yang kami sediakan", Sago dengan senyum lepas menjelaskan.

Meski ada yang masih mengganjal, penjelasan Sago cukup tepat untuk membungkam naluri kritis warga Tukus. Itu terlihat dari tak surutnya minat warga Tukus untuk mengambil tawaran Sago. paling tidak, mereka bisa merasakan mudahnya bertransaksi dengan uang kertas. Dan yang lebih penting lagi, menikmati status sebagai warga dunia baru. Modern dan prestisius.

Setelah sekian lama, dari pengamatan Gago, di pulau Aya, rata-rata hanya sekitar 10 persen uang kertas yang ditukarkan ke koin emas pada setiap waktu. Sisanya, 90 persen tetap berada di kotak penyimpanan di Bank Aya.

Hal tersebut menjadi celah Gago untuk memunculkan ide yang sangat brilian. Gago mencetak uang kertas lebih banyak. Tidak tanggung-tanggung hingga 900.000. Dalam kalkulasinya, jumlah ini, ditambah jumlah uang kertas yang telah dibagikan sebelumnya totalnya 1.000.000. Kalau ada orang yang datang hendak menukarkan uang kertas ini, berdasarkan pengalaman yang sudah - sudah hanya 10 persen saja. Nah, kalau ini yang terjadi, bukankah ia menyimpan 100.000 koin emas, yang tidak lain adalah koin yang telah disetor oleh seluruh penduduk Sukus? Kalau hitung-hitungan pahit itu benar - benar terjadi, bukankah cadangan koin emas yang diperlukan sudah cukup?

Fantastic! Creating Money from nothing!
Menciptakan uang dari kekosongan. Begitulah akal bulus Gago bergerak. Ia pinjamkan 900.000 uang kertas yang baru dicetaknya kepada warga Sukus yang baru dicetaknya kepada warga Sukus yang memerlukan. Kalau di pulau Baya, sago mengutip tambahan ekstra sebesar 10 persen dari pokok, nah Gago meningkatkan 15 persen setiap pinjaman. Artinya kalau seseorang meminjam 1000 lembar uang kertas, di akhir tahun ia harus mengembalikan 1150 uang kertas, dimana 150-nya adalah charge dari layanan yang diberikan.

Hari pun berganti. Bulan berjalan begitu cepat. Tak terasa setahun pun lewat. Apa yang terjadi? Pelan tapi pasti, penduduk pulau Aya merasakan harga-harga kebutuhan barang dan jasa mereka naik. Mereka tidak tahu apa penyebabnya. Banyak di antara orang meminjam uang dari Gago mengalami gagal bayar. Mereka bukan orang pemalas atau penganggur. Tapi, meski mereka telah bekerja keras, mereka masih kesulitan melunasi utang berikut bunganya. Dan mereka memang tidak akan pernah bisa. Bahkan ketika mereka menjadikan 24 jam untuk bekerja. Lihatlah, uang yang dipinjamkan 900.000 bila ditambah bunga 15 persen, berarti senilai 135.000 atau jumlah total mencapai 1.135.000. Padahal, jumlah uang total yang beredar hanya 1.000.000 (100.000 diberikan sebagai ganti 100.000 keping koin emas ditambah uang baru 900.000 yang dicetak Gago).

Apa jadinya? Penduduk yang dulunya mempunyai watak bisnis kekeluargaan menjadi bisnis yang time is money.
individual dan kompetitif. Kehidupan sosial mereka yang harmonis, penuh toleransi dan tolong menolong perlahan luntur. Masing-masing kepala keluarga harus bekerja keras demi mengejar uang untuk melunasi kewajibannya. Sehingga ketika ada ombak besar menyapu sebagian rumah penduduk, kebiasaan mereka untuk saling bantu luntur. Prinsip saling membantu berubah menjadi

Membantu orang boleh, tapi harus ada kompensasinya :uang.

Hal yang sama pun dialami oleh suku Tukus. Awalnya mereka tidak menyadari. Namun, Lambat laun mereka merasakan perubahan. Kebutuhan pokok yang dulunya cukup ditukar dengan barang kerajinan atau sebaliknya, kini mulai sedikit bermasalah. Mereka tidak tahu kenapa tanpa terasa harga-harga terus merambat naik. Padahal mereka telah membanting tulang dan bekerja lebih keras. Kerjasama antar warga yang semula menjadi tradisi, lama kelamaan juga mulai luntur. Mereka menjadi egois, diburu kebutuhan masing-masing. Toh di akhir tahun tidak semua bisa membayar kewajibannya atau gagal bayar.

Kerakusan kini menjadi ideologi.

Gago dan Sago memang sangat impresif.

Kepada para penunggak sebagian ada yang dipaksa membayar. Caranya, dengan menyita harta benda mereka. Rumah, sawah, ternak dan maupun harta benda lainnya pun segera berpindah tuan kepada Gago dan Sago.

Setelah beberapa tahun berselang, Gago dan Sago yang semula datang ke Aya dan Baya dengan modal mesin pencetak uang, kini telah menjadi pemilik hampir semua kekayaan di dua pulau tersebut. Mereka menguasai ekonomi dan properti. Lambat laun, dengan uang, mereka memperoleh kekuasaan baru : menguasai politik negeri itu.

Sementara, di pulau tersebut kemiskinan tiba-tiba seperti menjadi endemik yang terus menyebar cepat. mereka kehilangan waktu untuk saudara dan tetangga. Mereka semakin jarang melakukan upacara keagamaan. Lebih parah lagi, mereka semakin tidak perhatian satu sama lain

Kejahatan yang semula hanyalah cerita yang sering mereka dengar dari negara antah berantah, kini menghampiri. Prostitusi yang semula begitu tabu, sekarang terjadi di depan hidung mereka. Semua budaya yang datang dari Gago dan Sago, dianggap superior. Budaya lokal pun lambat laun punah. Gago dan Sago telah menguasai semua, tak ada yang tersisa: ekonomi, budaya, kekuasaan, dan keadilan yang bisa mereka beli melalui uang

***

Nah, cerita diatas merupakan ilustrasi kecil dari sistem uang yang saya maksud sangat jahat. Jika anda bisa menangkap makna dari cerita diatas, terdapat tiga elemen mengenai uang yang dimainkan oleh Gago dan Sago untuk memperdaya dan menguasai seluruh sumber daya, yaitu fiat money, fractional reserve requrement, dan interest atau dikenal dengan The Three Pilars Of Evil atau tiga pilar setan. Pada tulisan saya ini, saya akan membahas sedikit ketiga pilar setan tersebut.

Yang pertama adalah Fiat money. Yang saya maksud  Fiat Money adalah mata uang yang di gantikan oleh kertas. Uang kertas adalah kertas yang dinilai menjadi berharga dan secara sah berfungsi sebagai alat pembayaran (legal tender) barang, jasa, ataupun hutang karena diterbitkan oleh pemerintah yang diakui. Jadi ketika pemerintahan tersebut kolaps, maka uang tersebut menjadi tidak berharga. Contohnya negara A menerbitkan uang dengan nominal 100 dolar. Untuk setiap lembar dibutuhkan biaya produksi senilai 10 sen. Bila tiba-tiba pemerintahan A kolaps, maka uang tersebut menjadi kertas yang tidak berarti. Kenapa? karena orang asing tidak mau menerima uang yang tak lagi berharga.

Dengan kata lain, uang kertas tidak bisa diandalkan sebagai alat penyimpan nilai. Karena ia tidak memiliki nilai intrinsik sebagaimana logam mulia. 

Coba bayangkan, ketika penciptaan uang kertas melebihi jumlah barang dan jasa atau output riil yang bisa diproduksi, maka inflasi terjadi. Harga-harga barang dan jasa mengalami tren naik dari waktu  ke waktu. Mereka yang hidupnya memiliki sumber penghasilan tetap seperti buruh dan pegawai paling terpukul oleh dampak yang ditimbulkan lantaran gaji yang mereka terima, nilai riilnya sudah terpotong sekian persen oleh inflasi. Apa bahayanya dari eksisnya uang ini? seperti kisah Sukus dan Tukus, Gago dan Sago yang bermodal kolor (cuma mesin cetak uang) bisa menguasai segala-galanya.

Kedua adalah Fractional Reserve Requirement. Bank sentral sebuah negara mensyaratkan setiap bank yang beroperasi di wilayah otoritasnya untuk menyediakan atau menyimpan sebagian kecil dana yang disetorkan deposan sebagai cadangan. Inilah yang disebut Fractional Reserve Requirement atau biasa disingkat FRR

Jika di contohkan seperti ini, para deposan menyetorkan uang ke bank. Dari pengamatan bank, kebanyakan deposan tidak mencairkan seluruh uangnya, hanya sekitar 10 persen dari simpanannya saja yang sering di ambil. Jadi, ketika deposan menyetorkan uang sebesar 1.000.000 ke bank, dan ketika deposan ingin mengambil uangnya, hanya sekitar 100.000 dia sering mengambil uangnya. Tidak seutuhnya 1.000.000.  Bank masih mempunyai sisa 900.000. Apa yang dilakukan oleh sisanya? bisa diutangkan kepada orang-orang lain. Inilah celah yang berbahaya.

Creating money from nothing !
Bayangkan, berapa banyak uang yang bisa dicetak oleh sistem FRR ini!

Yang ketiga adalah Interest. Interest adalah bunga. Sebagian menyebutnya biaya servis yang dikenakan bank untuk pinjaman atau kredit yang diberikan kepada nasabahnya. Jika bank menetapkan bunga sebesar 10 persen, maka artinya, jika anda meminjam dari bank sebesar 1.000.000, maka anda harus menggantinya 1.100.000. Ini yang membuat sering keblinger. Seperti yang telah dikisahkan di kisah Sukus dan Tukus, Bagaimana mungkin hutang dilunasi ketika jumlah hutang dan jumlah uang yang beredar lebih besar jumlah hutang. Bayangkan jumlah uang yang beredar adalah 1000 lembar, sedangkan hutang yang harus dibayar 1100 lembar. Inilah sesuatu yang keji, dan bahkan agama-agama samawi dalam kitabnya telah melarang keras adanya bunga dalam pinjaman. Inilah salah satu faktor yang mempengaruhi banyak orang yang gagal bayar.

Selain itu ada tiga konsekuensi utama berlakunya bunga. Pertama, bunga akan terus menuntut tercapainya pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, meskipun kondisi ekonomi aktual sudah mencapai titik jenuh atau konstan. Kedua, bunga mendorong persaingan antar para pemain dalam sebuah ekonomi. Ketiga, bunga cenderung memposisikan kesejahteraan pada segelintir minoritas dengan memajaki kaum mayoritas.

Bagaimana ketika ketiga pilar ini bertemu?
Saya biarkan otak anda berfikir liar dan membayangkan bagaimana jadinya.

Kamis, 11 Juni 2015

Hal Quotes

- Jadilah inspirasi bagi orang lain, maka secara otomatis dirimu akan terlihat mempesona


-Kita dilahirkan ketika Tuhan sedang tersenyum


-Segala sesuatu yang diberikan Tuhan kepada kalian, adalah sesuai kebutuhan kalian sendiri


-Coba pikir, kalian selalu minta ini minta itu kepada Tuhan. Mau ini, mau itu.
Tapi pernahkah kalian berterimakasih untuk itu semua?


- Jangan dibiasakan nyaman untuk berpangku tangan. Jangan menyusahkan orang lain. Jangan sampai saya menjadi manusia sampah yang hanya menuh menuhin bumi tanpa bisa bermanfaat bagi orang banyak


-Cara paling jitu untuk melawan rasa takut adalah menghadapi rasa takut tersebut


-Saya banyak mendengar dari orang-orang bahwa orang dibilang hebat ketika dinilai dari bicaranya. Tapi saya berbeda. Saya nilai orang yang betul-betul sangar adalah orang yang banyak mendengarkan orang lain, sedikit bicara, dan langsung unjuk kerja


-Sekarang banyak manusia yang hatinya sudah kotor. Sehingga tidak bisa membedakan lagi yang benar dan yang salah


-Laki-laki dan perempuan itu bagaikan sepasang sayap. Kedua-duanya harus sama-sama kuat untuk bisa terbang tinggi. Jangan dibeda-bedakan.


- Menurut saya, pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang di pilih. Bukan yang mencalonkan dan menawarkan diri sebagai pemimpin. Sesungguhnya jangan kau berikan tampuk kepemimpinan pada seseorang yang menawarkan diri sebagai pemimpin, karena dia pasti memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu sebagai tujuannya menjadi pemimpin.


- Saya bermimpi tentang sebuah dunia dimana semua orang melupakan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik


- Bayangkan ketika ada beribu-ribu kesatria membangun negeri tanpa ada perpecahan atau kepentingan golongan manapun, tanpa ada rasa curiga atau rasa dicurigai, tanpa ada pandangan buruk satu sama lain. Semua kesatria bersinergi melakukan pendidikan, penelitian, dan mengabdi untuk masyarakat. Kesatria muda itu telah datang. Dan kesatria itu adalah MAHASISWA.


- Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Carilah jalan keluar itu. Jika tidak menemukan jalan keluar yang kalian cari, buatlah jalan keluar. Karena seseorang yang tangguh adalah seseorang yang bisa membuat jalan keluar sendiri. 


- Seseorang dikenang karena perbuatannya, bukan karena ucapannya

- Terkadang ketika orang sedih, bukannya dia tak bisa bergembira atau langsung bangkit. Tapi, percayalah.. dia sedang menikmati kesedihannya. Dia tak mau kesedihan tersebut berlalu begitu cepat

- Ketika perjuangan itu hanya untuk golongan atau pribadi, maka perjuangan itu tak lagi menjadi perjuangan. Sebuah perjuangan itu telah berubah menjadi kepentingan. Kepentingan golongan atau pribadi, yang jelas kepentingan tidak dapat disamakan dengan perjuangan

Minggu, 31 Mei 2015

Hedonis

Saya selalu berkata kepada orang-orang sekitar saya bahwa saya adalah orang sosialis-hedonis.

Tidak ada yang bermasalah dengan prinsip pertama saya yaitu sosialis. Namun, orang akan mengerutkan kening mereka, memandang negatif saya, serta berfikir aneh-aneh tentang saya ketika mendengar kata "hedonis". Bahkan tak sedikit dari orang lain yang tertawa menganggap itu lelucon dari saya. 'Ya, saya adalah orang yang hedonis' begitu tutur saya kepada orang-orang sekitar. Dan seketika itu, banyak orang yang berfikir negatif tentang saya.

Tanggal 29 Mei 2015. Tepatnya jam 2 siang itu, saya pergi untuk hadir dalam acara bertajuk Gerilya Sastra yang di usung oleh Dewan Kesenian Sastra Jawa Timur atau apalah namannya saya tidak begitu ingat. Disitu, saya bertemu teman 'komunis' saya dan berdiskusi tentang berbagai macam hal.

"Saya ini orangnya sosialis-hedonis mas" ditengah - tengah diskusi saya melontarkan kalimat.

"Oh! bagus itu!"

Saya sedikit terkejut dengan respon teman saya tadi. Jarang ada yang men-support saya ketika saya melontarkan kata hedonis. Dan baru kali ini saya mendengar orang se-antusias itu dengan pemikiran yang saya pegang.

Memang mas Basuki (nama teman saya itu) adalah bukan tipikal orang yang keras terhadap idealisme dan prinsipnya sendiri. Beliau adalah tipikal orang yang senang dan siap mendengar pemikiran-pemikiran orang lain. Mungkin hal itulah yang menyebabkan dia antusias dengan pemikiran saya.

Lalu mas Basuki melanjutkan, "Hedonis itu kan sebenarnya dari filusuf yunani toh?  Epikuros. Dan sebenarnya dalam hedonisme itu terdapat aspek - aspek positif yang tidak semua orang tahu. Tapi pada kenyataannya orang-orang yang tidak tahu menahu tentang hedonis itu menyuarakan kalau hedonis itu jelek, hedonis itu gaya hidup yang digaungkan oleh orang-orang kafir, dan lain sebagainya "

Saya sangat sependapat dengan mas Basuki. Menurut saya, Hedonisme tidak sepenuhnya berisi hal-hal yang negatif saja. Namun terdapat hal-hal positif yang orang lain tidak ketahui.

Menurut pandangan saya, setelah saya berdiskusi dengan orang-orang. Banyak dari mereka menyebutkan kalau hedonis itu jelek, hedonis itu adalah sifat yang harus ditelanjangi dari diri kita, dan hal-hal negatif lainnya. Namun, ketika saya tanya tentang pengetahuan literasi hedonis kebanyakan dari mereka bungkam, ada juga yang ngawur sana sini menjelaskan tentang hedonisme dengan merangkai kata-kata.

Mari saya ajak berdiskusi sedikit. Apa itu hedonis?

Secara etimologi, kata hedonis di ambil dari bahasa yunani hedonismos akar dari kata hedone yang berarti kesenangan. Jadi simpelnya, faham hedonis adalah faham yang menitik beratkan pada kesenangan manusia.

Lalu, mengapa saya harus hedonis? padahal masih banyak pemikiran-pemikiran lain yang lebih positif.

Jika saya dan teman-teman saya sedang jalan atau nongkrong kemana pun. Saya selalu tidak berfikir sedikitpun tentang uang. Berbeda dengan teman saya yang harus ngirit sana sini, berfikir dua kali untuk membelanjakan uang-nya. Mau kemana, makan apa, dan ketempat yang kelasnya seperti apa, saya tidak pernah memikirkan itu semua. Sampai-sampai teman-teman saya sering bilang terus terang kalau dia kehabisan uang untuk menemani saya. Saya selalu bilang kepada mereka : "Uang itu dicetak setiap harinya, tapi belum tentu kebahagian bisa dicetak setiap harinya". Dilanjutkan dengan saya yang men-traktir mereka (puenak to koncoan karo aku?).

Apa maksud dari statement itu?

Maksudnya adalah, saya selalu bilang pada teman-teman saya bahwa jangan pernah kamu di penjara oleh uang. Dan saya pun tidak mau dipenjara oleh uang. Karena saya sudah tahu tentang sistem uang. Dan ternyata uang itu sangat jahat (mungkin saya akan bahas tentang uang di postingan selanjutnya). Saya selalu memandang kalau saya adalah burung yang bisa bebas terbang lepas dari sangkarnya. Berbeda dengan orang lain yang masih berfikir stuck diam nyenyak pada penjaranya.

Perlu diketahui bahwa saya berkata demikian bukan karena saya kaum borjuis. saya bukan berasal dari keluarga konglomerat yang punya banyak harta. Saya benar-benar hanya berasal dari keluarga sederhana yang cukup.

Ada cerita menarik di keluarga saya yang saya amati mengenai uang dan kebutuhan. Bapak saya pernah berkata sekitar 5 tahun yang lalu ,'kalau saja bapak punya penghasilan seminggu 1 juta, pasti keluarga kita bisa lebih dari cukup'. Kala itu keluarga saya masih beranggotakan bapak, ibu, saya, dan adik saya. Dan sekarang, Alhamdulillah bapak sudah punya penghasilan lebih dari 1 juta per minggunya! apa yang terjadi? tetap saja hidup kami berkecukupan. tidak kurang dan tidak lebih. Hal itu karena keluarga kami di beri anggota lagi dan tak tanggung tanggung 2 orang (adik saya kembar yang masih kecil).

Lalu saya memahami sesuatu dari peristiwa ini. Saya memahami bahwa Tuhan itu memberikan seseorang rezeki sesuai kebutuhannya. Keluarga saya yang dulu kebutuhannya sedikit, ya maka Tuhan memberikan rezeki sesuai dengan kebutuhan keluarga saya. Ketika rezeki kita diberi lebih, maka bisa jadi kebutuhan kita meningkat. Sebetulnya, tidak hanya cerita ini saja. Banyak orang yang saya temui dan berbicang banyak dengan saya tentang prinsip kebutuhan ini. Dari orang kaya sampai orang yang melarat. Sehingga saya bisa menyimpulkan seperti itu.

Karena kebutuhan saya akan kebahagiaan tinggi, maka Alhamdulillah Tuhan selalu memberi kecukupan kepada saya. Terimakasih.

Apakah saya pernah mengalami kesulitan uang?

Tentu pernah, sudah saya bilang bahwa saya bukan dari kaum borjuis. Namun saya tidak pernah ambil pusing. Saya memandang kalau uang tidak lebih dari kertas yang ditulisi nominal - nominal oleh pihak tertentu. Pikiran saya simpel, 'jika tidak ada uang, cari'.

Jika seseorang pernah membaca buku-buku tentang law of attraction atau hukum tarik menarik, maka yang saya lakukan adalah membiarkan fikiran saya menarik uang itu sendiri. Karena saya berfikir 'saya pakai saja uangnya karena masih banyak uang untuk saya diluar sana'. Law of attraction adalah hukum yang mengatakan bahwa setiap peristiwa yang di alami dalam kehidupan, entah itu baik atau buruk, terjadi karena individu itu sendiri yang menariknya. Simpelnya apa yang kamu fikirkan, maka itu besar kemungkinan akan terjadi. Jika anda berfikir tentang uang yang terus tidak cukup, maka hal itu akan terjadi.

Perlu di garis bawahi juga, bahwa disini saya tidak mengajarkan untuk boros, bermaksiat ria, dan lain sebagainya. Tentu tidak. Pemikiran saya adalah bahwa janganlah kita terbelenggu oleh uang. Jika kalian berfikir uang uang dan uang, maka kalian akan benar - benar di perbudak oleh uang. Aspek ini lah yang saya ambil dari hedonis. Memang telah bergeser dari makna asli hedonisme yang menitik berat kan pada kesenangan. Tapi tetap saya menggunakan kata hedonis karena tidak ada faham yang lebih dekat dari pemikiran saya ini selain hedonis. Dan saya belum berhak mencetuskan suatu faham. Ilmu saya belum sampai pada tahap itu.

Saya mengenal diri saya sendiri. Dengan perilaku saya yang seperti itu saya sadar bahwa saya hedonis. Saya orang yang benar-benar sensitif dengan kejujuran. Saya mencoba jujur pada diri saya sendiri dan saya tidak ingin menjadi seperti orang-orang munafik diluar sana yang meneriakan dengan lantang hapuskan sifat hedonis sedangkan perilaku mereka sendiri secara sadar mencintai dan menerapkan hedonisme dalam diri mereka. Saya sangat benci dengan kebohongan sekecil apapun itu.


Lalu, mengapa saya gandengkan dengan sosialis?


Sosialis - hedonis merupakan pemikiran saya yang mana mari kita hidup mewah bersama-sama. Saling bantu membantu memakmurkan sesama. Merasakan kesenangan bersama tanpa ada yang dirugikan atau merasa kecewa.

Terlalu utopia nampaknya.

Jumat, 29 Mei 2015

Pertama

Postingan ini saya beri judul pertama.

Karena apa? Ini merupakan postingan pertama saya. Namun secara teknis ini bukan merupakan postingan pertama saya. Dan bukan merupakan blog pertama saya.

Yang saya lakukan adalah me-REBORN blog saya yang dulu sudah tidak terpakai, menghapus semua postingannya, dan memulai menata kembali isi dari blog saya. Atau singkatnya blog ini dulunya aktif, saya menulis beberapa postingan yang tak karuan, dan hanya saya sendiri mungkin yang menjadi pembacanya.

Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa saya meng-aktifkan blog lama saya ini dan mulai menulis kembali di blog saya?

Entah muncul dari mana, setelah saya ber 'sekolah' kepada orang-orang sekitar, membuka cakrawala pikiran saya, membaca dan meng-analisis buku serta keadaan lingkungan sekitar, saya merasa saya perlu menulis pemikiran - pemikiran saya pada suatu wadah yang orang lain pun dapat membaca dan menafsirkan sendiri bagaimana buah pemikiran saya. 

Dan itulah yang melandasi judul dari blog ini. ''Buah Pemikiran Hal". Blog ini merupakan buah pemikiran dari ilmu-ilmu, pengalaman, dan orang-orang sekitar saya yang saya amati. Blog ini merupakan buah yang lahir dari isi otak seorang Abdul Halim Wicaksono. Saya sendiri.

Saya sendiri tidak terlalu perduli tentang statistik atau angka-angka manusia yang akan mengunjungi blog ini. Saya hanya ingin me-record idealisme pemikiran saya supaya di kemudian hari ketika saya membaca tulisan-tulisan pada blog ini, saya bisa ingat siapa saya dulunya dan sejauh mana saya berfikir. Namun, saya sangat senang ketika nantinya blog ini mendapat beberapa pengunjung. Syukur-syukur dapat meng-inspirasi orang banyak.

Well, kepada para pembaca saya ucapkan Selamat Membaca dan Selamat datang di dunia yang saya anggap GILA

Semoga para pembaca tidak terpengaruh pemikiran saya dan tidak menjadi manusia GILA seperti saya

***

Pada judul dari postingan ini yaitu pertama, maka lebih afdol ketika saya menuliskan buah pemikiran saya yang pertama. Buah pemikiran pertama saya pada blog ini adalah

Bismillahirrahmanirrahim

In The Name Of Allah...

The Most Gracious & The Most Mercifull