Minggu, 11 Oktober 2015

Orang diatas rata-rata

Kegalauan yang terjadi pasca pengumuman nilai Indeks Prestasi (IP) menjadi polemik tersendiri di kalangan mahasiswa. Terlebih lagi para aktivis kampus yang notabene adalah orang-orang luar biasa. Dikatakan luar biasa karena selain kuliah, mereka juga menyempatkan diri untuk berorganisasi. Bergabung pada suatu komunitas yang tentu membuat waktu dan kesehariannya tersita tidak seperti mahasiswa pada umumnya yang hanya berorientasi pada kuliah. Kuliah pulang kuliah pulang. Kami menyebutnya, kupu-kupu.

Sehingga menjadi sebuah kemafhuman jikalau para aktivis ini mengalami masalah manajemen waktu. Waktu adalah nilai.

Mereka di tuntut untuk menjadi superpower dimana kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore lalu dilanjutkan dengan rapat, diskusi, evaluasi keorganisasian sampai malam hari. Pulang ke kosan, mengulang pelajaran, lalu tidur. Nah sayangnya, poin terakhir ini yang biasanya jarang atau sulit sekali dilakukan oleh aktivis. Ketika pulang kekosan dan pemandangan langsung dihadapkan pada sesosok busa berselimut kain, kami menyebutnya kasur. Hasrat untuk segera melampiaskan kelelahan seharian langsung timbul. Tak jarang pada beberapa kejadian, sang aktivis tanpa menanggalkan jubah, kaos kaki, tas, langsung terjerambab diatas kasur. Sungguh menggenaskan. Mereka memperlakukan kasur dengan sangat tidak berperikekasuran. Tapi kami sangat memaklumi itu.

Rutinitas yang hampir stagnan, membuat kejenuhan tersendiri bagi aktivis. Waktu yang terasa sangat kurang. 24 jam dirasa belum cukup untuk mengakomodir segala kegiatan kesehariannya. Kalau secara holistik kami lihat bahwa perasaan kekurangan waktu tersebut adalah dampak dari manajemen waktu yang masih berantakan. Tidak sistemik. Tidak ada skala prioritas. Tidak ada tujuan yang jelas. harus kami mengatakan bahwa kebanyakan para aktivis memisahkan makna harfiah dari pada kuliah dan organisasi. Padahal, kuliah dan organisasi adalah suatu kesatuan yang saling mendukung.

Seyogyanya, mereka menjadikan organisasi sebagai wadah untuk menuangkan dan atau mengaplikasikan disiplin ilmu yang mereka dapat dari duduk seharian di kelas. Ngomong-ngomong soal keseharian dikelas, menjadi miris pula ketika fakta memperlihatkan bahwa aktivis sering tidak masuk perkuliahan. Sedikit lebih baik, aktivis yang rajin masuk perkuliahan, tapi tidak bisa fokus saat pelajaran dikarenakan terpecahnya konsentrasi mereka.

Merujuk pada kenyataan diatas, seorang aktivis memang bukan mahasiswa sembarangan. Mereka adalah sekumpulan orang yang berani mengambil resiko. Resiko untuk keluar dari zona aman. Zona aman hanya membuat mereka mandek. Stag. Tidak kreatif dan mati suri.

Zona aman hanya melemahkan pemikiran dan ruang pergerakan. mereka keluar dari zona aman masing-masing untuk membuat, menciptakan, melangsungkan perubahan. perubahan yang sakit. Sakit untuk dirinya sendiri. tapi baik untuk kemashlahatan umat. Perubahan yang mengorbankan akademik mereka, demi sebuah perjuangan dan idealisme mahasiswa.

Tapi, tetap. kami menegaskan bahwa, seorang aktivis harus cakap pula dalam akademiknya. Manajemen waktu harus mereka tegakkan. Keras terhadap diri sendiri. Disiplin tingkat tinggi. Karena aktivis bukan orang sembarangan maka perlakuannya terhadap diri sendiri pun tidak bisa sembarangan. Kami yakin kalian hanya belum terbiasa dengan keadaan ini. Ketika dunia kalian berubah 180 derajat menjadi tidak biasa. kalian harus menemukan rhytme permainan masing-masing. sekarang saatnya!

Ingat, kalian adalah orang di atas rata-rata. modal kalian sudah sangat kuat. kalian berkarakter. “going the extra miles”, kalian harus menampar wajah kalian sendiri untuk bangkit. Bangkit menyeimbangkan antara kuliah dan karir keorganisasian. bangkit untuk membuktikan bahwa air beriak itu tandanya dalam!! bangkit untuk menunjukkan bahwa kalian adalah agent of change yang sesungguhnya!

Renungkan, … jangan menyerah kawan. jangan menyerah hanya karena indeks prestasi. Jangan sampai perjuangan ini terhenti. Esok fajar kan sirna, bila patriot muda negeri ini, mati. Tak mampu membuat wajah pertiwi tersenyum kembali.

0 komentar:

Posting Komentar